Perintisan GKJW jemaat Madiun bermula dari jemaat Nguluk, desa terpencil yang letaknya di daerah ponorogo, yang pada saat itu digembalakan oleh Kyai Sembri. Jemaat Nguluk berdiri kurang lebih pada tahun 1872.
Kyai Sembri berasal dari desa wonoasri, Kediri. Pada masa pemerintahan Belanda Mbah buyut Sembri meminta ijin untuk membuka hutan untuk dijadikan desa kristen, tetapi tidak diizinkan. Karena desa Wonoasri dan Buluasri sudah banyak dihuni orang kristen yang diasuh oleh Kyai Dukut. Oleh karena itu mbah buyut Sembri berkelana ke daerah lain untuk membuka hutan dan dijadikan desa kristen, juga akan dijadikan tempat pemukiman. Dan akhirnya dipilihlah desa Nguluk sebagai Basis desa Kristen. Kepergian dari Kediri ke desa Nguluk bersama istrinya, yang bernama Salome dan disertai beberapa kerabat dekatnya, diantaranya Bapak Dawud.
Pada tanggal 15 september 1875 Kyai Sembri dan Salome istrinya di karuniai seorang putra, bernama Yonathan Mitro. Setelah dewasa, kira-kira berumur 20 tahun, Yonatan Mitro diberi tugas untuk ber-PI (Perkabaran Injil) oleh ayahnya disekitar kota Madiun. Yonatan Mitro juga merasa terpanggil, sehingga tugas itu dilaksanakan dengan senang hati.
Waktu datang pertama kali di Madiun, Yonatan Mitro menuju desa Kaibon. Tetapi ia tidak tinggal di sana. Dia memilih desa Pandean untuk tempat tinggalnya karena tempat tersebut dirasa cukup nyaman. Ternyata di desa Pandean sudah ada beberapa keluarga Kristen. Mereka dihimpun oleh Bpk. Elias. Kedatangan Yonatan Mitro membuat persekutuan orang kristen semakin bersemangat. Mereka mengadakan ibadah Minggu yang bertempat di rumah Bpk. Elias. Demikian juga ibadah “patuwen” sudah mulai diadakan dengan tujuan untuk menambah semangat, keakraban diantara warga dan pengetahuan tentang alkitab. Bpk. Yonatan Mitro disamping sebagai salah satu “sesepuh” kelompok kristen, beliau juga dipandang sebagai “pimpinan” kelompok kristen di Pandean.
Foto
Yonathan Mitro dan Keluarga
II. Rumah kebaktian di Madiun yang pertama kali
Rumah kebaktian yang pertama kali di kota Madiun berdiri sekitar tahun 1895, yang sementara bertempat dirumah keluarga Bpk. Elias di desa Pandean, sekarang letaknya kurang lebih didepan kantor dinas kesehatan kota (DKK Sleko). Kebaktian dilayani oleh Bpk.Yonatan Mitro dan Bpk. Elias, sedangkan bila ada sakramen baptis kudus, atau perjamuan kudus meminta bantuan pelayanan pendeta Belanda, Ds. Van Dumenuck dari Kediri (utusan Zending Gereformeerd Negeri Belanda).
Pada tanggal 4 Juni 1895, Bpk. Yonatan Mitro menikah dengan seorang gadis yang bernama Anah, anak kedua Bpk.Elias (yang dilahirkan tahun 1882).
Perkembangan agama kristen maju terus walaupun secara pelan-pelan, karena tantangan tiap hari bermunculan yang berasal dari golongan agama lain. Semakin hari rintangan kian bertubi-tubi. Dengan pegumulan yang luar biasa dan kekuatan dari Tuhan, mereka tetap bertahan dan tabah melaksanakan tugas-tugasnya untuk mengabarkan injil. Justru dalam kondisi semacam ini, ternyata Tuhan menambahkan jiwa-jiwa baru yang datang dari desa lain masuk menjadi warga kristen. Peristiwa ini yang menambah semangat dan ketabahan dari kelompok orang kristen di Pandean. Warga jumlahnya semakin hari semakin banyak, sehingga rumah Bpk. Elias tidak cukup untuk menampung pada waktu ibadah Minggu. Maka mereka berfikir untuk pindah tempat. Dengan pergumulan dan doa, maka akhirnya mereka pindah ditanah milik Bpk. Yonathan Mitro, di Jaitan desa Kejuron, Jl. Kol. Marhadi 29-31-33 (sekarang di Jl. P. Sudirman Madiun).
Foto wajah ceria anak-anak, remaja dan pemuda saat berpose di depan gedung greja
GKJW Jemaat Madiun Tahun 1959.
III. Rumah kebaktian di Jaitan - Kejuron
Pada tahun 1903 rumah kebaktian mulai berjalan, bertempat di bagian depan rumah Bpk. Yonathan Mitro (sekarang ditempati pabrik rokok tebu atau sebelah timur rumah keluarga Alm. bapak Poniman). Selain warga jemaat, juga banyak pendatang dari kota-kota lain yang menjadi warga GKJW Jemaat Madiun. Pelayanan ibadah Minggu dan ibadah “patuwen” dilayani oleh Bpk. Yonatan Mitro dan Bpk. Elias dan beberapa orang lainnya. Dan apabila ada sakramen, pelayanan meminta bantuan dari Kediri, yaitu Ds. Van Keukum. ( DS. Van Dumenuck telah habis masa tugasnya dan pulang ke negeri Belanda dan diganti Ds. Van Keukum).
Pada tahun 1920 warga jemaat sudah mencapai kurang lebih 130 orang, sehingga rumah kebaktian tidak dapat menampung warga jemaat lagi, apalagi pada saat ada sakramen Perjamuan Kudus dan Baptis kudus. Mengingat situasi dan kondisinya seperti itu, maka Majelis Jemaat membentuk panitia pembangunan greja untuk merencanakan pembangunan gedung greja. Panitia pembangunan dipimpin oleh Bpk. R.Praworotenojo, Bpk. Moerdanoe, dkk. Sedangkan lokasi calon greja menempati tanah milik Bpk. Yonathan Mitro di Tuk Buntung, tempat greja yang sekarang. (Informasi dari Bpk. Soedihardjo). Sedangkan menurut sumber lain mengatakan bahwa tanah greja milik mbah Sumodimedjo. Apapun alasan dan siapapun pemilik tanah greja,menurut penulis tanah telah syah dihibahkan ke greja. Pada pertengahan tahun 1925 majelis mengajukan pendewasaan greja, melalui Ds. Van Keukum. Tetapi dengan pertimbangan belum adanya gembala jemaat yang berstatus Pendeta, maka pendewasaan jemaat Madiun belum dapat disetujui.
IV.Greja Kristen di Tukbuntung
Perkembangan gedung greja di Tuk Buntung dimulai pada tahun 1929, karena sesuatu dan lain hal pembangunan terhenti pada tahun 1932. Pembangunan berlanjut kembali pada tahun 1934. Di tengah pelaksanaan pembangunan gedung greja Bpk.Yonathan Mitro menderita sakit dan akhirnya pada tanggal 18 Desember 1934 dipanggil menghadap Tuhan. Dan dikebumikan dimakam Gulun Kejuron. Tugas Bpk.Yonathan Mitro diteruskan oleh Bpk. Wiryomusti. Pada waktu itu beliau bertempat tinggal di nambangan kidul - Madiun.
Pembangunan gedung greja yang dimulai tahun 1929 diteruskan kembali di bawah bimbingan Bpk. Wiryomusti dan selesai pada akhir tahun 1934. Pada bulan Maret 1935 gedung greja diresmikan dan digunakan sebagai tempat beribadat. Kemudian kira-kira pertengahan tahun 1935 Bpk. Wiryomusti melanjutkan sekolah teologia di Balewiyata, Malang. Tugas Bpk. Wiryomukti diganti Bpk. Pdt. Iskandar.
Pada akhir caturwulan pertama, tahun 1936 Bapak Pendeta Iskandar dipindah tugaskan oleh synode GKJW ke Surabaya. Sebagai gantinya ditetapkan oleh synode GKJW Bapak Wiryomusti sebagai gembala / Pendeta jemaat kristen di Madiun tahun 1937, setelah beliau tamat dari sekolah Theologia. Pdt. Wiryomusti adalah Pendeta pertama untuk GKJW Jemaat Madiun.
V. Pelayan-pelayan GKJW Jemaat Madiun mulai tahun 1937 – Sekarang
A. Masa Tugas pengembalaan Bapak Pendeta Wiryomusti Sm.Th.
Sejak bulan maret 1937 pengembalaan jemaat madiun ditangani Bapak Pendeta Wiryomusti. Dengan ketekunan dan pelayanan beliau tetap bersemangat dalam tugas mengabarkan injil dan berkat Tuhan banyak jiwa-jiwa baru bertobat sehingga lahirlah pepanthan - pepanthan baru seperti Dungus - Kec. Wungu, Kepel dan Jajar - Kec. Kare.
Disamping tugasnya yang pokok, beliau membantu pelayanan digreja Kie Tok Kiau Hwee (sekarang GKI Madiun). Dalam pelayanannya rintangan -rintangan dan penderitaan datang bertubi-tubi apalagi saat pendudukan tentara jepang. Penderitaan beliau tambah berat disaat istrinya Ibu Wiryomusti (Suciati david) menderita sakit dan meninggal pada tanggal 1 Desember 1944. Walau demikian tugas penggembalaan tidak pernah diabaikan, dengan tetap gigih untuk mengabarkan injil hingga membuahkan jiwa-jiwa baru dan timbul kelompok kristen baru di daerah Caruban yang dipelopori oleh Ibu Sasmini (bidan). Dalam pelayanannya, Bapak Wiryomisti dibantu oleh majelis jemaat.
Pada zaman perang kemerdekaan tahun 1945 GKJW Jemaat Madiun mengalami kesulitan, demikian pula pada jaman Clash I disusul pemberontakan PKI Muso dan dalam Clash II. Tetapi walaupun dalam keadaan terombang-ambing Jemaat tetap yakin, bahwa Tuhan memberi kekuatan dan tidak pernah meninggalkan. Setelah perang kemerdekaan berakhir, keadaan jemaat GKJW Jemaat Madiun berangsur-angsur pulih kembali.
Pada tanggal 27 Juli 1952 Bapak Wiryomusti menikah lagi dengan Ibu Sumiwi Kabar. Tahun 1956, Bapak pendeta Wiryomusti menderita sakit mata (katarak) yang sangat mengganggu pelayanannya. Untuk itu tugas-tugas beliau ditangani oleh majelis. Pada tahun 1957 pendeta Woryomusti tidak aktif lagi sehingga seolah-olah terjadi kekosongan pendeta sampai tahun 1959. Tahun 1969 bapak pendeta wiryomusti dengan keluarga pindah ke Mojowarno. Dan pada tanggal 17 Desember 1972, beliau dipanggil menghadap Tuhan dan dimakamkan di Mojowarno.
No. 2 dari kiri adalah Foto Bpk. Pdt. Wiryomusti (Pendeta pertama)
B. Masa tugas pengembalaan Bapak Pendeta Siswoyo Rahardjo. S.Th.
Perjuangan bapak pendeta Wiryomusti dilanjutkan oleh Bapak Pendeta Siswoyo Rahardjo. Awal tahun 1960 bapak pendeta Siswoyo ditabiskan sebagai gembala GKJW Jemaat Madiun oleh ketua synode Bapak Pendeta Mardjo Sir. Dalam pelayanan Pendeta Siswoyo, perkembangan yang patut dicatat adalah:
1. Pembelian dan pembangunan pastori.
2. Pemugaran bagian depan gedung greja.
3. Pertobatan masal di Kresek.
4. Diresmikan kelompok RejoAgung sebagai pepanthan baru.
Untuk perluasan greja, pada tanggal 28 Agustus 1964 greja membeli tanah dari keluarga Bapak Karman untuk digunakan sebagai ruang pastori (belakang greja sekarang). Maka dengan sah keluarlah surat akte jual beli No: AW.231/D/1964. selanjutnya rencana pemugaran bagian depan greja diwujudkan.
Hanya disayangkan ada sesuatu dan lain hal, Bapak Pendeta Siswoyo mengajukan pengunduran diri sebagai pendeta GKJW Jemaat Madiun. Pada tahun 1972 synode GKJW meluluskan pengunduran diri Bapak Pendeta Siswoyo. Dengan berhentinya Bapak Pendeta Siswoyo, GKJW Jemaat Madiun mengalami kekosongan kurang lebih 1 tahun, dan jemaat dilayani oleh majelis.
Foto Bapak Pendeta Siswoyo Raharjo bersama Majelis Jemaat tahun 1965
Foto para pemuda - berpose di depan gedung gereja tahun 1959
Foto para pemuda GKJW Jemaat Madiun tempo doloe tahun 1959
C. Masa tugas pengembalaan Bapak Pendeta Maryono. S.Th.
Dalam masa kekosongan Pendeta di GKJW Jemaat Madiun, synode GKJW menunjuk Bapak pendeta Maryono untuk bertugas di GKJW Jemaat Madiun. Sebelumnya beliau bertugas di GKJW Jemaat Ngawi. Dengan ketekunan pelayanan dan pengembalaan warga GKJW Jemaat Madiun merasa terpenuhi kebutuhan rohaninya. Sayang sekali, beliau tidak dapat lama memberikan pelayanan dan pengabdian, karena pada tanggal 23 Desember 1973 dalam perjalanan pulang seusai melayani perayaan Natal di pepanthan Jajar dan Golang, beliau mendapatkan kecelakaan di Dungus. Pada tanggal 1 Januari 1974, beliau dipanggil menghadap Tuhan dan dimakamkan, dimakam keluarga Wates, Kediri pada tanggal 2 Januari 1974.
Kurang lebih 1 tahun GKJW Jemaat Madiun mengalami kekosongan lagi. Pelayanan greja mendapat bantuan dari pendeta tentara yaitu bapak pendeta Silitonga (sekarang menjadi dosen AKABRI di Magelang).
D. Masa tugas pengembalaan Bapak Pendeta Nuri Adiwiyata Sm.Th.
Setelah hampir 1 tahun mengalami kekosongan, Synode GKJW menugaskan pendeta Nuri Adiwiyata sebagai gembala GKJW Jemaat Madiun dan dilantik tanggal 1 Desember 1974. Dengan ketekunan beliau, jumlah warga bertambah dengan pesat sehingga frekuensi pelayanan pada hari Minggu ditambah dan menjadi tiga kali ibadah, yaitu pagi, siang dan sore. Diadakan kebaktian rumah tangga dan pelayanan ibadah anak dan remaja. Dengan perkembangan anak dan remaja yang begitu pesat hingga perlu merencanakan pemugaran ruang kebaktian. Kegiatan wanita juga mendapat perhatian dengan terbentuknya tim paduan suara yang dipimpin oleh ibu Nuri Adiwiyata. Disetiap event-event tertentu, seperti Pesparawi dan Pesparani selalu menampilkan teamnya. Ibu Nuri Adiwiyata memang diberi Tuhan talenta menyanyi yang luar biasa.
Bapak Pendeta Nuri bersama-sama majelis bekerja keras demi perkembangan masa depan dan keamanan GKJW Jemaat Madiun, sehingga perlu tindakan untuk mengesahkan surat-surat tanah hak milik greja yang dahulu masih berupa surat akta jual-beli dari keluarga Bapak Karman. Pada tanggal 30 Mei 1975, telah disahkan sertifikat dengan no: 1298 menjadi hak milik sah GKJW.
Pad tahun 1990 masa jabatan pendeta Nuri Adiwiyata berakhir. Beliau di pindah tugaskan oleh Majelis Agung ke jemaat Probolinggo. Dalam waktu 16 tahun menggembalakan jemaat GKJW Madiun, sangat memberi arti dalam sejarah kemajuan greja.
Bpk. Pdt. Nuri Adiwiyata Sm.Th.
E. Masa tugas penggembalan Bapak Pendeta Stefanus Heli Safwan. S.Th.
Beberapa bulan jemaat GKJW Pasamuan Madiun mengalami kekosongan / tidak di tunggui pendeta. Kekosongan ini sangat mempengaruhi perkembangan Jemaat. Jemaat semakin hari semakin merosot dalam persekutuan dan pembinaan. Untuk mensikapi hal ini, maka Majelis Agung menugaskan pendeta Stefanus Heli Safwan. S.Th. untuk menggembalakan GKJW Jemaat Madiun. Beliau sebelumnya bertugas di jemaat GKJW Dupak, Gorang-Gareng Kab. Magetan. Dalam tugasnya beliau didampingi istri yang berprofesi sebagai bidan.
Perkembangan GKJW Jemaat Madiun sangat pesat dengan adanya pemugaran rumah kapandhitan yang sudah tidak layak dihuni. Selama pemugaran beliau dan keluarga dipindahkan di Perum Dumai yang sementara menjadi rumah kapandhitan. Sedang rumah yang ditempati adalah rumah Bapak Suwarno [keluarga dari Ibu Sri Wahyu Tjipto Wardoyo yang saat itu bertugas di RSU Rembang]
Pada tanggal 17 September 1997, Bapak pendeta Heli mengambil keputusan yang sangat penting bagi sejarah GKJW dengan mengurus hibah tanah dari pihak keluarga Bapak Yonatan Mitro untuk diserahkan kepada greja, yang disahkan oleh notaris. Sehingga kelurlah surat akta hibah tanah No:12/Kartoharjo/hibah/IX/1997, untuk selanjutnya diproses menjadi sertifikat di Badan Pertanahan Nasional. Pada tanggal 9 Desember 1997 GKJW Jemaat Madiun telah sah memiliki sertifikat Hak Milik GKJW/Kartharjo/No:1482, dengan luas tanah 356 m. Sampai saai ini Jemaat Madiun memiliki 2 sertifikat tanah sebagai syarat penting untuk mendapat izin mendirikan bangunan.
Perkembangan selanjutnya mengenai kegiatan anak dan remaja semakin tahun semakin baik. Dengan diadakan pelatihan pengajar komisi anak dan remaja (pamong sekolah Minggu) dan pembagian kelas sekolah minggu dengan menurut kriteria umur :
* Pratama : Umur 1 tahun sampai dengan kelas 3 SD
* Madya : Anak SD kelas 4-6
* Remaja : Anak SMP kelas 1-3
disetiap kelas cara penyampain nyanyian dan firman berbeda-beda sesuai porsi umur, dikelas pratama kebanyakan menggunakan cara permainan dan gerak yang memberi semangat pada anak untuk aktif bernyanyi memuliakan nama Tuhan.
Perkembangan kegiatan wanita pun tak ketinggalan, adanya program kursus menjahit gratis, begitu banyak ibu-ibu yang mengikutinya. Kegiatan paduan suara juga semagat menyemarakan dalam perkembangan GKJW, team paduan suara yang dipimpin oleh ibu Tjipto wardoyo, beliau juga memberikan fasilitas tempat kediamannya sebagai tempat untuk latihan. Anggota paduan suara sebagian besar ibu-ibu Adiyuswa dan janda. Merskipun demikian tidak memadamkan semangat melayani dan memuji Tuhan. Bahkan adanya rasa saling menguatkan iman satu dengan yang lain. Latihan diadakan setiap hari sabtu sore, ada kebiasaan yang lucu tiap latihan menyanyi, ibu-ibu membawa makanan atau jajanan dari rumah masing-masing dan disantap bersama disaat istirahat latihan.
Pada tahun 1996 Majelis Agung menugaskan bapak Pendeta Sakip Prayitno dengan penempatan sementara kurang lebih 1 tahun. Beliau menempati rumah kapandithan di pepanthan Kresek, yang mana tugas beliau juga sangat membantu melayani pengembalaan warga jemaat di Lereng Wilis dan di Jemaat Madiun. Pada tanggal 5 oktober 1997 masa tugas beliau berakhir.
Pada tanggal 21 September 1997 masa tugas pendeta Heli Safwan berakhir dan dipindah tugaskan oleh sinode GKJW untuk menggembalakan jemaat GKJW Tulang-Bawang, Malang (sebelah selatan penjara Lowok Waru, Malang).
Foto Bapak Pendeta Helly Safwan, S.Th
F. Masa tugas penggembalaan Bapak pendeta Rudy Sewoyo. S.Th.
Sebagai pengganti pendeta Heli Safwan, Majelis Agung menempatkan bapak pendeta Rudy Sewoyo untuk menggembalakan GKJW Jemaat Madiun. Sebelumnya beliau bertugas di jemaat GKJW Jemaat Wiyung, Surabaya. Bapak Pendeta Rudy dilantik pada tanggal 28 September 1997. Dalam tugasnya beliau didampingi seorang istri, Ibu Rudy dikirim oleh Majelis Agung ke negeri kincir angin (Belanda) dengan melalui berbagai test-test sebagai Duta Peranan Wanita. Bapak dan ibu Rudy terkenal sangat ramah dan murah senyum.
Pada masa penggembalaannya, banyak perkembangan-perkembangan gereja yang sampai sekarang kita rasakan. Dengan penggantian kursi gereja yang sudah tidak layak pakai, kursi yang masih layak pakai sebagian besar dibawa ke pepanthan Lereng Wilis, kursi-kursi diganti dengan bangku yang kita duduki saat kebaktian sekarang ini.
Perkembangan selanjutnya tentang perencanaan pemugaran gedung greja. Pada tahun 1999, beliau dan PHMJ menyusun progam rencana renovasi gedung greja dengan alasan :
- Sudah tidak memadai kapasitas dalam menampung warga pada saat kebaktian hari minggu pagi (banyak yang duduk di luar greja, didepan dan disamping)
- fasilitas-fasilitas pelayanan greja tidak memadai, tidak adanya ruang rapat, ruang pertemuan, perpustakaan, dan tempat parkir.
- Tampilan greja perlu diperbaharui karena dianggap ketinggalan jaman. Sehingga dalam perencanaan gambar greja dibuat bagian depan greja dengan tampilan yang mempunyai ciri khas kota Madiun yang tidak ditemukan ditempat-tempat lain.
Pada tahun 2001 PHMJ menunjuk panitia pembangunn greja yang dipimpin oleh: Bapak Ir. Tutus Tjahjono, Bapak Ir. Siswadi, Ibu Siswantariningsih (ibu Maharyudi)sedangkan yang diberi tugas merancang gambar gedung greja adalah: Bapak Ir. Tutus Tjahjono (arsitek).
Denah Interior Ruang Ibadah Utama
Perkembangan tidak hanya fisik saja yang berupa perencanaan gedung greja tetapi pelayanan-pelayanan kerohanian, perkembangan pelayanan komisi anak dan remaja menjadi sasaran penting dan dengan adanya sekolah minggu kelas balita, bertujuan memperkenalkan kasih Tuhan Yesus sejak balita. Cara penyampaian dengan lebih banyak bernyanyi dan bercerita.
Sekitar bulan oktober 2000 Majelis Agung menugaskan Bapak Pendeta Ruworo Suwito,Sm.Th kurang lebih 1 tahun dengan penempatan sementara. Beliau menempati rumah kapanditan di pepantan Kresek, beliau bertugas menggembalakan jemaat di Lereng Wilis dan di jemaat Madiun. Pada tanggal 18 februari 2001 masa tugas beliau berakhir.
Foto Bapak Pendeta Rudy Sewoyo, S.Th.
G. Masa tugas penggembalaan Bapak Pendeta Tjondro. F. Gardjito. S.Th.
Sebagai pengganti tugas Bapak Pendeta Rudy yang berakhir pada 14 september 2003, Majelis Agung menugaskan Bapak Pendeta Tjondro untuk menggembalakan GKJW Jemaat Madiun dan dilantik tanggal 18 September 2003. Dalam tugasnya beliau didampingi istri yang berprofesi sebagai dokter gigi, yang saat itu bertugas di Muntilan, Jawa Tengah. Walaupun harus bolak –balik datang ke Madiun ibu Tjondro setia memberi dukungan dan semangat. Saat bertugas di GKJW Jemaat Madiun, Bapak Pendeta Tjondro meneruskan program rencana pemugaran greja, bersama PHMJ membentuk tim pembangunan greja dan memulai penggalian dana, yang sebelumnya (tahun 1999 – 2005) baru tersedia dana sebesar kurang lebih 180 juta rupiah, sedangkan biaya yang dibutuhkan kurang lebih 1,4 milyar rupiah. Dengan pergumulan jemaat yang luar biasa dan tekad semangat untuk tetap maju terus disertai doa, Tuhan tetap menyertai dalam merencana sampai terlaksana pembangunan, adapun susunan panitia sebagai berikut :
Panitia Pembangunan Gereja :
Ketua : Bpk. Soejarwo Sem.
Wakil ketua : 1. Bpk. Tri Widodo
2. Bpk. S. Soeharsono
Sekretaris : 1. Bpk. Ari Sugeng
2. Bpk. Danang Arief. W.
Bendahara : 1. Bpk. Gatot Harianto
2. Bpk. Yunus
Bidang usaha dana :
Ketua : Bpk. Soekamto
Anggaota : - Bpk. Alferd Donald. P.
- Bpk. S. Hartoyo
- Bpk. Teguh
- Bpk. Marjoko
- Bpk. Suwito
- Bpk. Prasetyo Prayitno
- Bpk. Tutus Tjahjono
- Bpk. Farida Esa
Bidang Teknis :
Ketua : Bpk. Tutus Tjahjono
Anggota : - Bpk. Siswadi
- Ibu Maria S Maharyudi
Karena Bpk. Soejarwo Sem mengalami sakit dan demi kelancaran kegiatan pembangunan gedung GKJW Madiun, pada tanggal 4 Maret 2005 PHMJ memberikan surat tugas kepada wakil ketua I panitia pembangunan untuk bertindak sebagai Ketua Panitia Pembangunan,dan saat itu tugas sah diberikan pada Bpk. Triwidodo.
Pada tanggal 5 Mei 2005 Bapak Pdt.Tjondro bersama tim panitia pembangunan mengadakan perencanaan peletakan batu pertama pembangunan, yang direncanakan tepat pada hari kebangkitan Tuhan Yesus. Sayang sekali belum terlaksananya peletakan batu pertama, Bapak Pendeta Tjondro dipindah tugaskan oleh Majelis Agung ke Malang, menjabat sebagai sekertaris umum Majelis Agung. Masa tugas penggembalaan Bapak Pendeta Tjodro F. Gardjito berakhir tanggal 10 Juni 2004.
Foto Bpk. Pdt.. Tjondro F.Garjito, S.Th
H. Masa tugas penggembalaan Pendeta Luvi Eko Yunanto. S. Th. (Konsulen)
Setelah berakhir masa tugas pendeta Tjondro, jemaat GKJW Jemaat Madiun mengalami kekosongan kurang lebih 1 bulan. Sebagai penggantinya Majelis Agung melalaui Majelis Daerah Madiun, menugaskan Pendeta Luvi. S. Th, untuk menggembalakan jemaat Madiun sebagai Pendeta Konsulen. Beliau di lantik tanggal 15 Agustus 2004, saat itu masih bertugas di GKJW Jemaat Ngawi sebagai pendeta baku.
Pada masa tugas beliau bersama PHMJ dan panitia pembangunan juga meneruskan perencanaan pembangunan. Pada tanggal 5 Mei 2005 dilaksanakan peletakan batu pertama bersamaan dengan kebaktian kebangkitan Tuhan Yesus. Sejak saat itu sudah mulai penggalian fondasi gedung dengan pemugaran bagian samping dan belakang. Pada tanggal 4 September 2005 masa tugas Bapak Pendeta Luvi Eko Yunanto sebagai pendeta konsulen berakhir.
Pdt. Luvi Eko Y, S.Th
I. Masa tugas penggembalaan Pendeta Musa Semuel Hurulean. S.Th.
( Masa orientasi)
Pada tanggal 1 Maret 2005 Pendeta Musa Semuel ditugaskan oleh Majelis Agung untuk menggembalakan di GKJW pasamuan Madiun sebagai pendeta Orientasi. Sebelumnya beliau sudah menjadi pendeta di Ambon, karena beliau beristri orang Jawa dan pindah tempat tinggal di Jawa, karena panggilan Tuhan beliau ingin melayani Tuhan di GKJW. Karena akan melayani warga GKJW, yang situasi dan kondisinya berbeda dengan di Ambon, maka beliau harus melalui masa Orientasi. Dalam masa orientasi, sebagai pendeta tetap melayani sakramen dan pemberkatan nikah.
Beliau sangat rajin bertanya dan belajar tentang bahasa jawa, disaat melayani jemaat di pepanthan Lereng Wilis sesekali memakai bahasa jawa ngoko, dan tidak jarang pula beliau ditertawakan dengan bahasa jawa – logat ambon yang didengarkan sangat lucu, tetapi beliau tetap bersemangat dalam tugasnya menggembalakan GKJW Jemaat Madiun.
Disaat beliau bertugas, program pembangunan renovasi greja terus berjalan, penggalian dana dengan menyebarkan proposal, arisan pembangunan, persembahan pembangunan terus di gerakkan. Puji Tuhan banyak sekali hati yang tergerak untuk mempersembahkan buat pembangunan greja dari warga jemaat atau non jemaat.
Kegiatan komisi anak dan remaja, Pemuda, dan komisi wanita juga terus aktif. Dengan adanya kebaktian padang wanita, Prajada (pertemuan anak dan remaja daerah) membuat lebih bersemangat para warga jemaat untuk lebih memenuhi kebutuhan rohani. Pada tanggal 1 September 2005, beliau dipindah orientasinya oleh Majelis Agung di GKJW jemaat Ngagel, Surabaya.
J. Masa tugas penggembalaan Bapak Pendeta Drs. Daru Prasongko S.Si.
Setelah berakhirnya masa tugas pengembalaan Pendeta Musa Samuel berakhir, Majelis Agung menugaskan Bapak Pendeta Daru Prasongko.S.Si untuk mengembalakan jemaat GKJW Jemaat Madiun. Sebelumnya Bapak Pdt Daru Prasongko bertugas di jemaat GKJW Jemaat Samberejo, Kediri. Pada tanggal 4 September 2005 beliau ditlantik menjadi pendeta GKJW Jemaat Madiun.
Dalam program pelayanan di saat Bapak Pdt Daru Prasongko di jemaat Madiun ada sedikit perubahan dalam tata pelayanan pengembalaan, yaitu dengan diadakannya sistem penggembalaan/ pendampingan 1-8. Dengan maksud 1 anggota majelis (penatua, diaken, guru injil) mendampingi lebih kurang 8 keluarga dalam kehidupan sehari-hari disamping tugas Penatua dan Diaken secara umum. (Disahkan dalam sidang Majelis Jemaat hari Minggu, tgl. 25 September 2005). Melalui pendampingan tersebut diharapkan warga lebih mendapat perhatian dari Majelis Jemaat dan Majelis Jemaat akan mengerti pergumulan-pergumulan warga. Kelompok kecil (1-8) ini diharapkan ke depan dapat terbentuk kelompok kecil. Tugas diawali dengan penyampaian undangan perjamuan kudus, Natal 2005 dan sekaligus persiapan perjamuan kudus, hal ini dilakukan sampai sekarang. Dan tidak hanya itu saja, melalui pendampingan Penatua dan Diaken juga dilakukan pembinaan-pembinaan dengan materi yang sudah ditentukan oleh Majelis Jemaat.
Selain itu diadakannya jaringan doa se Jemaat, yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa peduli warga terhadap warga yang lain. Disamping itu untuk mengajak warga membiasakan diri menyerahkan segala permasalahan yang dihadapi kepada Tuhannya. Termasuk program-progran Jemaat, khususnya pembangunan gedung gereja yang sedang dilaksanakan. Pelaksanaannya setiap warga atau pengurus blok menyampaikan pokok-pokok doa ke kantor atau ke Bapak Pendeta selanjutnya akan disampaikan ke warga melalui pengurus blok pada saat kebaktian KRW atau melalui berita jemaat pada waktu ibadah Minggu. Doa dilakukan bersama-sama di ibadah Patuwen, ibadah Minggu dan doa pribadi di rumah masing-masing pada waktu yang sudah disepakati, yaitu jam 05.00 pagi dan jam 22.00 malam.
Bpk. Pdt. Drs. Daru Prasongko S. Si.
Pada sidang Majelis Jemaat Madiun pada tgl. 25 September 2005 bertempat di Blok Demangan, dipergumulkan tentang penambahan tenaga khusus untuk penggembalaan di daerah Lereng Wilis. Untuk itu diputuskan untuk mengusulkan kepada Majelis Daerah agar menenetapkan dan melantik Sdr. Darmadi dari Pepanthan Kresek menjadi Guru Injil GKJW Jemaat Madiun, dengan kekhususan tugas penggembalaan Pepanthan di daerah Lereng Wilis. Usulan diterima dan pelantikan dilakukan oleh Majelis Daerah pada tanggal 11 Desember 2005 bersamaan Ulang Tahun GKJW yang ke 74.
Dalam kegiatan komisi anak, remaja, pemuda dan komisi wanita tetap berjalan, dengan diadakan kebaktian padang anak dan remaja dengan memberikan kuis-kuis dan permainan semua itu memberi semangat pada anak-anak untuk lebih aktif beribadah dan bergereja. Kegiatan komisi wanita pun tak kalah aktif dengan diadakan bazar tiap ada acara-acara khusus, dengan tujuan menambah penghasilan ibu-ibu dan menambah kas komisi wanita. Kegiatan paduan suara ibu-ibu tetap aktif berlatih. Untuk memberi semangat dan identitas, maka Bapak Pendeta Daru telah memberikan nama “ NAFIRI “ dan diharapkan dapat mengisi koor disetiap ibadah-ibadah tertentu
Dalam mensikapi daur Penatua dan Diaken tahun 2007-2009, Majelis Jemaat dalam sidang hari Jumat, tgl. 07 April 2006 bertempat di gereja Madiun (Induk), memutuskan ketetapan-ketetapan daur Penatua dan Diaken. Salah satu poin ketetapan yang penting adalah diberlakukannya bagi Penatua dan Diaken yang sudah menjabat selama 3 daur berturut–turut (9 tahun) “lereh” dahulu (berhenti sementara) dan dapat dipilih kembali, poin ini bertujuan :
1) Penyegaran bagi warga Jemaat dan regenerasi kemajelisan.
2) Pemerataan (share) sumber daya manusia, supaya warga yang berpengalaman jadi penatua atau diaken dapat menyebarkan pengalaman dan pengetahuan-nya melalui komisi atau ke badan pembantu Majelis lainnya.
Dan juga diputuskan oleh sidang Majelis Jemaat pada hari Jumat, tgl. 07 April 2006 bertempat di gereja Madiun (Induk), perubahan status blok Demangan dan blok Jiwan menjadi Pepanthan Jiwan dan Pepanthan Demangan. Blok Maospati menjadi blok khusus Maospati. Perubahan ini dilakukan untuk menambah semangat pelayanan dari Penatua dan Diaken Jemaat khususnya yang ada di Blok Jiwan, Demangan dan Maospati. Dan lebih mengefektifkan dan mengefisienkan pelayanan Jemaat khususnya di Blok Jiwan, Demangan dan Maopati. Semua berdasarkan keputusan rapat majelis tanggal 9 Desember 2005 dan yang akan diresmikan tanggal 28 Mei 2006 oleh Majelis Daerah.
Untuk penyelesaian pembangunan Gedung gereja yang sekarang (2006) telah menyelesaikan untuk ruang ibadah anak, perpustakaan dan kosisturi. Maka Bapak Pendeta Daru mengajak warga untuk bersama-sama ikut ambil bagian mendukung melalui persembahan “persepuluhan” yang dikhususkan untuk pembanguan gedung gereja. Untuk mengajak warga, Bapak Pendeta menyampaikan surat “GEMBALA 1” dan surat “GEMBALA 2” kepada warga. Surat “GEMBALA 1”, isinya tentang ajakan untuk menyelesaikan pembangunan Gedung Gereja. Dan pergumulan tentang persembahan “persepuluhan” sebagai salah satu solusi, selain arisan pembangunan yang telah berjalan dan penggalian dana melalui para donatur. Surat “GEMBALA 2”, berisi ajakan untuk merealisasikan dalam kegiatan nyata melalui persembahan “persepuluhan” yang dikhususkan untuk pembangunan gedung gereja. Pelaksanaan “persepuluhan” dilaksanakan mulai bulan Juni 2006.
Inilah pengembalaan pendeta-pendeta untuk melayani Tuhan melalui jemaat Madiun mulai tahun 1937 sampai sekarang. Semoga dengan pelayanan beliau-beliau menjadikan GKJW Jemaat Madiun tetap eksis disetiap jaman, dan mampu ikut serta melaksanakan rencana karya Allah di dunia ini. Dan juga ikut bertanggungjawab atas tindakan kasih, kebenaran, keadilan, damai sejahtera bagi masyarakat, bangsa dan negara. (Tata Pranata GKJW, bagian Tata Gereja Bab II, Psl.4, tentang panggilan GKJW).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar